Saturday 30 May 2015

Modul 1 - Pengaruh MSG Dalam Mie Instan Bagi Kesehatan

Untitled Document
DOWNLOAD
TRIGGER
Penggunaan food additive seperti pewarna makanan, penambah rasa, dan pengawet selalu menjadi kontroversi. Mie instan merupakan salah satu “makanan pokok” mahasiswa yang tinggal di rumah kos. Pertanyaannya:
Apa pengaruh food additive salah satunya MSG pada mie instan bagi kesehatan?
  1. Adakah batas maksimal jumlah mie instan yang dapat dimakan seseorang dalam kurun waktu tertentu terkait dengan asupan food additive (MSG) yang terkandung dalam mie instan tersebut?
  2. Haruskah jumlah yang dimakan dibatasi?


PENDAHULUAN
Menurut Badan POM RI, bahan tambahan pangan (BTP) merupakan bahan campuran makanan yang tidak termasuk dalam bahan baku pangan, yang ditambahkan ke dalam makanan untuk merubah sifat dan bentuk makanan tersebut. Jenis-jenis BTP itu sendiri bermacam-macam, seperti pewarna makanan, penyedap, pengental, pengawet, penguat aroma, dan lain-lain. BTP sering ditambahkan ke dalam pangan untuk mengawetkan makanan, memberi warna, membentuk, dan menambah cita rasa pada makanan. Penambahan BTP juga bertujuan agar dapat menarik konsumen, sehingga dapat membawa keuntungan lebih.

Pada saat ini, penggunaan food additive (bahan tambahan pangan) pada makanan dan minuman merupakan hal yang biasa dipakai di industri-industri makanan maupun minuman. Di industri makanan, terdapat sekitar 3000 jenis BTP yang ditambahkan kedalam makanan kita (Farlow, 2007). Mulai dari minuman bermerek, makanan instan,  sampai dengan makanan yang dijual, rata-rata mengandung BTP (bahan tambahan pangan) didalamnya. BTP pada makanan instan yang sering beredar di pasaran sangat banyak, contohnya seperti penggunaan gelatin untuk membuat permen, penguat aroma pada berbagai jenis kue, penggunaan MSG (Monosodium glutamat) pada mie instan, dan masih banyak lagi.

Mie instan dikenal sebagai salah satu makanan yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia, terutama bagi mahasiswa yang tinggal di kos, mie instan merupakan salah satu makanan pokok bagi mereka. Sayangnya, banyak diantara masyarakat yang kurang sadar dan mengetahui dampak yang dapat di timbulkan dari MSG yang terkandung dalam mie instan. Karena kurangnya pengetahuan bahaya MSG, terkadang mereka mengkonsumsi mie instan secara berlebihan. Pada akhirnya, monosodium glutamat (MSG) banyak menimbulkan kontroversi antara produsen dan konsumen (Winarno, 2004).



ISI
1. Definisi MSG dan struktur kimianya
Monosodium glutamat (MSG) adalah garam natrium yang berasal dari asam glutamat, yang merupakan salah satu asam amino non-esensial yang paling banyak ditemukan di alam (Ninomiya, 1998). Menurut Damanik (2011), awal mula penemuan MSG itu sendiri ditemukan oleh seorang profesor dari Universitas Tokyo yang bernama Dr. Kikunae Ikeda tahun 1908, dalam penelitiannya terhadap kaldu yang berbahan dasar rumput laut. MSG memiliki struktur kimiawi seperti yang terlihat dalam Gambar 1.
Struktur Kimia MSG
2. Proses pembuatan dan sumber-sumber MSG :
Proses pembuatan MSG dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti mengekstrak dari sumber daya alam, sintesis kimia, fermentasi, dan enzim katalis. Sumber-sumber yang dapat di pakai untuk menghasilkan MSG, sebagai berikut:
SUMBER-SUMBER PENGHASIL MSG
No.
Sumber
Glutamat
(mg/100g)
1.
Susu & perusahaan susu




Sapi
819


Manusia
229


Keju parmesan
9.847
2.
Daging unggas




Telur
1.583


Ayam
3.309


Bebek
3.636
3.
Daging




Sapi
2.846


Babi
2.325
4.
Ikan




Kod
2.101


Kembung
2.382


Salmon
2.216
5.
Sayuran




Kacang polong
5.583


Jagung
1.765


Bit (Lobak)
256


Wortel
218


Bawang
208


Bayam
289


Tomat
238


Paprika hijau
120
Sumber: Institute of Food Technologists
Jika dilihat dari sejarah penemuan MSG, proses pembuatannya, dan sumber pembuatan MSG, tampak bahwa MSG relatif mudah diperoleh. Hal ini menyebabkan MSG tersedia luas di pasar. Efek sebagai penyedap makanan dan ketersediaan yang banyak dengan harga relatif murah, membuat MSG digunakan masyarakat secara luas, bukan saja pada industri makanan, tetapi MSG juga dipakai dalam kegiatan rumah tangga.

3. Batas kegunaan dan efek samping MSG
MSG banyak digunakan di masyarakat terutama karena fungsinya sebagai penambah cita rasa atau flavour. Berdasarkan hasil-hasil penelitian menggunakan mencit diketahui bahwa batas aman mengkonsumsi MSG bervariasi, akan tetapi menurut Walker dan Lupien (2000) batas aman konsumsi MSG adalah sekitar 60mg/kg berat badan. Lebih lanjut diungkapkan oleh Walker dan Lupien, diatas dosis ini umumnya menyebabkan orang mengalami mengantuk, pusing dan mual-mual.

Kwok (1968) dalam The New England Journal of Medicine, mengatakan bahwa chinese restaurant syndrome (CRS) merupakan sindrom yang dialami akibat mengkonsumsi masakan cina yang banyak mengandung MSG. CRS menyebabkan sakit dibagian belakang leher dan bagian belakang tubuh. MSG juga dapat menyebabkan kerusakan pada sel jaringan otak (Olney, 1969). Selain itu, efek samping mengkonsumsi MSG berlebihan menurut Blaylock (1997) menyebabkan mual, mulut terasa kering, sakit kepala, alergi, asma, hingga beresiko hilang ingatan.



PEMBAHASAN
Monosodium glutamat (MSG) banyak digunakan pada perusahaan makanan instan untuk menambah cita rasa makanan yang diproduksi. Makanan instan pun dari zaman ke zaman hadir dengan berbagai jenis dan variasi, dan semakin diminati oleh masyarakat. Salah satu contoh makanan instan yang sering dikonsumsi adalah mie instan. Mie instan telah menjadi salah satu makanan pokok bagi mahasiswa yang tinggal di kos, maupun masyarakat luas. Alasan mie instan sangat digemari adalah karena harganya yang murah, gampang didapat dan  mudah untuk disajikan. Dari berbagai macam mie instan, rata-rata terdiri dari mie itu sendiri serta bumbu pelengkapnya seperti kecap, minyak, sambal, serta bumbu penyedap. Yang terkadang menjadi masalah adalah takaran bumbu pada mie instan yang tidak sesuai dengan porsi atau takarannya. Seperti dikemukakan oleh Walker dan Lupien diatas bahwa takaran dalam mengkonsumsi MSG adalah 60mg/kg berat badan.

Dari cara memasak mie instan juga terkadang kita masih salah atau kurang tau cara yang benar. Yang benar adalah, air rebusan pertama berfungsi untuk membersihkan zat-zat pengawet pada mie instan sehingga tidak boleh digunakan sebagai kuah dan harus di buang. Air rebusan yang kedualah yang layak digunakan sebagai kuah mie instan tersebut. Tapi karena sering kali orang malas untuk mengganti air rebusan, mereka pun mengkonsumsi air yang menggandung zat pengawet tersebut. Selain itu, banyak diantara bungkus merek-merek mie instan terkenal yang tidak mencantumkan berapa jumlah MSG pada mie instan sehingga menyulitkan para konsumen dalam mengetahui jumlah MSG dan pada akhirnya dapat menyebabkan gangguan kesehatan bagi masyarakat itu sendiri. Solusinya adalah agar kita menggurangi konsumsi mie instan, dan lebih memvariasikan dengan makanan lainnya. Selain itu masyarakat harus menggetahui batasan dalam mengkonsumsi MSG, sehingga dapat menghindari gangguan kesehatan.

Kemungkinan akibat jangka panjang dari mengkonsumsi MSG yang terdapat pada makanan cepat saji seperti mie instan, dapat menggangu kesehatan seperti kerusakkan sel jaringan otak, cancer, dan sebagainya. Mengkonsumsi mie instan secara berlebih juga dapat menjadi kebiasaan buruk bagi masyarakat, sehingga akan lebih baik bila kita mengkonsumsi mie instan 2-3 kali seminggu. Apabila masyarakat, terutama generasi muda seperti pelajar dan mahasiswa tidak memperhatikan takaran dan cara menyiapkan mie instan secara benar dikhawatrirkan akan berakibat merugikan kesehatan para generasi penerus bangsa. Selanjutnya akan melemahkan bangsa dan negara.



KESIMPULAN
Pengkonsumsian MSG (monosodium glutamat) yang berlebih dapat menyebabkan penyakit seperti, CRS (chinese restaurant syndrome), cancer, kerusakan sel jaringan otak, gangguan pencernaan, dan lain-lain. Untuk mengatasi atau menghindarinya, pengkonsumsian MSG harus dibatasi 60mg/kg berat badan. Selain itu, mengkonsumsi mie instan diperbolehkan kurang lebih 2-3 kali dalam seminggu dan divariasikan dengan berbagai jenis makanan lainnya yang lebih bergizi seperti sayuran maupun buah-buahan. Tidak hanya tugas Badan POM RI dalam mengawasi ketat makanan instan yang beredar di pasaran, tapi dibutuhkan juga kesadaran kita sebagai konsumen akan efek samping MSG dalam mie instan bagi kesehatan agar kita dapat menghindari dampak buruk mengkonsumsi MSG yang berlebih.



DAFTAR PUSTAKA
Badan POM RI. http://itp08ub.files.wordpress.com/2012/03/5-pengaturan-dan-penggunaan-btp.pdf, diunduh tanggal 29 September 2012.
Blaylock R. (1997). “Excitotoxins – The Taste That Kills”. Penerbit Health Press, P.O. Drawer 1388, Santa Fe, NM 87504.
Damanik R. (2011). “Umami Rasa Baru yang Sudah Lama Ada”. Dalam Devi M. Dan Rukmi E. W. (editor) Prosiding Seminar Nasional Sehat & Cantik Dengan Buah dan Sayur Lokal, Malang 20 Maret 2011. Hal. 8-11. Penerbit Jurusan Teknologi Industri Fakultas Teknik-Universitas Negeri Malang.
Farlow C. H. (2007). “Food Additives, A Shopper’s Guide To What’s Safe & What’s Not”. Penerbit KISS For Health Publishing, P.O. Box 462335, Econdido, CA 92046-2335. Hal.11.
Institute of Food Technologists’ Expert Panel on Food Safety and Nutrition. Monosodium Glutamate. Food Technol., 41(5): 143-145, 1987(a).
Kwok H. M. R. (1968). Chineserestoran syndrome. The New England Journal of Medicine. Hal. 796.
Ninomiya K (1998). Natural occurrence. Food Reviews International 14 (2 & 3): 177–211.
Olney JW. Excitotoxic amino acids: research applications and safety
implications. In: Glutamic Acid: Advances in Biochemistry and Physiology.
S Garratini, LJ Filer, MR Kare, WA Reynolds and R Wurtman (Eds), Raven, New
York, 1979.
Winarno FG. 2004. “Keamanan Pangan” Jilid 2. M Brio Press, Jakarta.
Download

No comments:

Post a Comment